Jumat, 17 Juli 2015

HORMON PADA TUMBUHAN



Terdapat lima hormon tumbuhan yang dikenal, yaitu auksin, giberelin, sitokinin, gas etilen, dan asam absisat (ABA).

a.  Auksin
Istilah auksin pertama kali digunakan oleh Frits Went yang menemukan bahwa suatu senyawa menyebabkan pembengkokan koleoptil ke arah cahaya. Pembengkokan koleoptil yang terjadi akibat terpacunya pemanjangan sel pada sisi yang ditempeli potongan agar yang mengandung auksin.

Auksin yang ditemukan Went kini diketahui sebagai asam indol asetat (IAA). Selain IAA, tumbuhan mengandung tiga senyawa lain yang dianggap sebagai hormon auksin, yaitu 4-kloro indolasetat (4 kloro IAA) yang ditemukan pada biji muda jenis kacang-kacangan, asam fenil asetat (PAA) yang ditemui pada banyak jenis tumbuhan, dan asam indolbutirat (IBA) yang ditemukan pada daun jagung dan berbagai jenis tumbuhan dikotil.
Auksin berperan dalam berbagai macam kegiatan tumbuhan di antaranya adalah:

1)  Perkembangan buah
Pada waktu biji matang berkembang, biji mengeluarkan auksin ke bagian-bagian bunga sehingga merangsang pembentukan buah. Dengan demikian, pemberian auksin pada bunga yang tidak diserbuki akan merangsang perkembangan buah tanpa biji. Hal ini disebut partenokarpi.

2)  Dominansi apikal
Dominansi apikal adalah pertumbuhan ujung pucuk suatu tumbuhan yang menghambat perkembangan kuncup lateral di batang sebelah bawah. Dominansi apikal merupakan akibat dari transpor auksin ke bawah yang dibuat di dalam meristem apikal.

3)  Absisi
Daun muda dan buah muda membentuk auksin, agar keduanya tetap kuat menempel pada batang. Tetapi, bila pembentukan auksin berkurang, selapis sel khusus terbentuk di pangkal tangkai daun dan buah sehingga daun dan buah gugur.

4)  Pembentukan akar adventif
Auksin merangsang pembentukan akar liar yang tumbuh dari batang atau daun pada banyak spesies.

b.  Giberelin
Giberelin pertama kali ditemukan di Jepang pada 1930 dari kajian terhadap tanaman padi yang sakit. Padi yang terserang jamur Gibberella fujikuroi tersebut tumbuh terlalu tinggi. Para ilmuwan Jepang mengisolasi zat dari biakan jamur tersebut. Zat ini dinamakan giberelin. Bentuk-bentuk giberelin diantaranya adalah GA3, GA1, GA4, GA5, GA19, GA20, GA37, dan GA38. Giberelin diproduksi oleh jamur dan tumbuhan tinggi. Giberelin disintesis di hampir semua bagian tanaman, seperti biji, daun muda, dan akar. Giberelin memiliki beberapa peranan, antara lain:

1)  Memacu perpanjangan secara abnormal batang utuh.
2)  Perkecambahan biji dan mobilisasi cadangan makanan dari endosperm untuk pertumbuhan embrio.
3)  Perkembangan bunga dan buah.
4)  Menghilangkan sifat kerdil secara genetik pada tumbuhan.
5)  Merangsang pembelahan dan pemanjangan sel.

c.  Sitokinin
Kinetin merupakan sitokinin sintetik yang pertama ditemukan oleh Carlos Miller pada ikan kering. Setelah itu ditemukan senyawa sitokinin yang lain dalam endosperma cair jagung, yaitu zeatin. Sitokinin sintetik lainnya adalah BAP (6-benzilaminopurin) dan 2-ip.

Sitokinin mempunyai beberapa fungsi, antara lain:
1)  Memacu pembelahan sel dalam jaringan meristematik.
2)  Merangsang diferensiasi sel-sel yang dihasilkan dalam meristem.
3)  Mendorong pertumbuhan tunas samping dan perluasan daun.
4)  Menunda penuaan daun.
5)  Merangsang pembentukan pucuk dan mampu memecah masa istirahat biji (breaking dormancy).

d.  Gas etilen
Buah-buahan terutama yang sudah tua melepaskan gas yang disebut etilen. Etilen disintesis oleh tumbuhan dan menyebabkan proses pemasakan yang lebih cepat. Selain etilen yang dihasilkan oleh tumbuhan, terdapat etilen sintetik, yaitu etepon (asam 2-kloroetifosfonat). Etilen sintetik ini sering di gunakan para pedagang untuk mempercepat pemasakan buah.

Selain memacu pematangan, etilen juga memacu perkecambahan biji, menebalkan batang, mendorong gugurnya daun, dan menghambat pemanjangan batang kecambah. Selain itu, etilen menunda pembungaan, menurunkan dominansi apikal dan inisiasi akar, dan menghambat pemanjangan batang kecambah.

e.  Asam Absisat (ABA)
Asam absisat (ABA) merupakan penghambat (inhibitor) dalam kegiatan tumbuhan. Hormon ini dibentuk pada daundaun dewasa. Asam absisat mempunyai peran fisiologis diantaranya adalah:
1)  Mempercepat absisi bagian tumbuhan yang menua, seperti daun, buah dan dormansi tunas.
2)  Menginduksi pengangkutan fotosintesis ke biji yang sedang berkembang dan mendorong sintesis protein simpanan.
3)  Mengatur penutupan dan pembukaan stomata terutama pada saat cekaman air.



FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN TAHAPAN KULTUR JARINGAN



A.  Faktor yang mempengaruhi Kultur Jaringan

Teknik kultur jaringan akan berhasil dengan baik apabila syarat-syarat yang diperlukan terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan eksplan sebagai bahan dasar untuk pembentukkan kalus, penggunaan medium yang cocok, keadaan yang aseptik dan pengaturan udara yang baik terutama untuk kultur cair. Meskipun pada prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan, tetapi sebaiknya dipilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian meristem, seperti: daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji dan sebagainya. Bila menggunakan embrio bagian bji-biji yang lain sebagai eksplan, yang perlu diperhatikan adalah kemasakan embrio, waktu imbibisi, temperatur dan dormansi.

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.

Pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sangat dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar tumbuhan. Faktor dalam adalah semua faktor yang terdapat dalam tubuh tumbuhan antara lain faktor genetik yang terdapat di dalam gen dan hormon. Gen berfungsi mengatur sintesis enzim untuk mengendalikan proses kimia dalam sel. Hal ini yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan. Sedangkan, hormon merupakan senyawa organik tumbuhan yang mampu menimbulkan respon fisiologi pada tumbuhan.

Faktor luar tumbuhan yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, yaitu faktor lingkungan berupa cahaya, suhu, oksigen dan kelembapan.

1.  Hormon
Hormon tumbuhan adalah suatu senyawa organik yang disintesis di salah satu bagian tumbuhan dan dipindahkan ke bagian yang lain, pada konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan respon fisiologis. Hormon mempengaruhi respon pada bagian tumbuhan, seperti pertumbuhan akar, batang, pucuk, dan pembungaan. Respon tersebut tergantung pada spesies, bagian tumbuhan, fase perkembangan, konsentrasi hormon, interaksi antar hormon, dan berbagai faktor lingkungan.

Terdapat lima hormon tumbuhan yang dikenal, yaitu auksin, giberelin, sitokinin, gas etilen, dan asam absisat (ABA).

a.  Auksin
Istilah auksin pertama kali digunakan oleh Frits Went yang menemukan bahwa suatu senyawa menyebabkan pembengkokan koleoptil ke arah cahaya. Pembengkokan koleoptil yang terjadi akibat terpacunya pemanjangan sel pada sisi yang ditempeli potongan agar yang mengandung auksin.

Auksin yang ditemukan Went kini diketahui sebagai asam indol asetat (IAA). Selain IAA, tumbuhan mengandung tiga senyawa lain yang dianggap sebagai hormon auksin, yaitu 4-kloro indolasetat (4 kloro IAA) yang ditemukan pada biji muda jenis kacang-kacangan, asam fenil asetat (PAA) yang ditemui pada banyak jenis tumbuhan, dan asam indolbutirat (IBA) yang ditemukan pada daun jagung dan berbagai jenis tumbuhan dikotil.

Auksin berperan dalam berbagai macam kegiatan tumbuhan di antaranya adalah:

1)  Perkembangan buah
Pada waktu biji matang berkembang, biji mengeluarkan auksin ke bagian-bagian bunga sehingga merangsang pembentukan buah. Dengan demikian, pemberian auksin pada bunga yang tidak diserbuki akan merangsang perkembangan buah tanpa biji. Hal ini disebut partenokarpi.

2)  Dominansi apikal
Dominansi apikal adalah pertumbuhan ujung pucuk suatu tumbuhan yang menghambat perkembangan kuncup lateral di batang sebelah bawah. Dominansi apikal merupakan akibat dari transpor auksin ke bawah yang dibuat di dalam meristem apikal.

3)
  Absisi
Daun muda dan buah muda membentuk auksin, agar keduanya tetap kuat menempel pada batang. Tetapi, bila pembentukan auksin berkurang, selapis sel khusus terbentuk di pangkal tangkai daun dan buah sehingga daun dan buah gugur.

4)  Pembentukan akar adventif
Auksin merangsang pembentukan akar liar yang tumbuh dari batang atau daun pada banyak spesies.

b.  Giberelin
Giberelin pertama kali ditemukan di Jepang pada 1930 dari kajian terhadap tanaman padi yang sakit. Padi yang terserang jamur Gibberella fujikuroi tersebut tumbuh terlalu tinggi. Para ilmuwan Jepang mengisolasi zat dari biakan jamur tersebut. Zat ini dinamakan giberelin. Bentuk-bentuk giberelin diantaranya adalah GA3, GA1, GA4, GA5, GA19, GA20, GA37, dan GA38. Giberelin diproduksi oleh jamur dan tumbuhan tinggi. Giberelin disintesis di hampir semua bagian tanaman, seperti biji, daun muda, dan akar. Giberelin memiliki beberapa peranan, antara lain:
1)
  Memacu perpanjangan secara abnormal batang utuh.
2)
  Perkecambahan biji dan mobilisasi cadangan makanan dari endosperm untuk pertumbuhan embrio.
3)
  Perkembangan bunga dan buah.
4)
  Menghilangkan sifat kerdil secara genetik pada tumbuhan.
5)
  Merangsang pembelahan dan pemanjangan sel.

c.  Sitokinin
Kinetin merupakan sitokinin sintetik yang pertama ditemukan oleh Carlos Miller pada ikan kering. Setelah itu ditemukan senyawa sitokinin yang lain dalam endosperma cair jagung, yaitu zeatin. Sitokinin sintetik lainnya adalah BAP (6-benzilaminopurin) dan 2-ip.
Sitokinin mempunyai beberapa fungsi, antara lain:
1)
  Memacu pembelahan sel dalam jaringan meristematik.
2)
  Merangsang diferensiasi sel-sel yang dihasilkan dalam meristem.
3)
  Mendorong pertumbuhan tunas samping dan perluasan daun.
4)
  Menunda penuaan daun.
5)
  Merangsang pembentukan pucuk dan mampu memecah masa istirahat biji (breaking dormancy).

d.  Gas etilen
Buah-buahan terutama yang sudah tua melepaskan gas yang disebut etilen. Etilen disintesis oleh tumbuhan dan menyebabkan proses pemasakan yang lebih cepat. Selain etilen yang dihasilkan oleh tumbuhan, terdapat etilen sintetik, yaitu etepon (asam 2-kloroetifosfonat). Etilen sintetik ini sering di gunakan para pedagang untuk mempercepat pemasakan buah.

Selain memacu pematangan, etilen juga memacu perkecambahan biji, menebalkan batang, mendorong gugurnya daun, dan menghambat pemanjangan batang kecambah. Selain itu, etilen menunda pembungaan, menurunkan dominansi apikal dan inisiasi akar, dan menghambat pemanjangan batang kecambah.

e.  Asam Absisat (ABA)
Asam absisat (ABA) merupakan penghambat (inhibitor) dalam kegiatan tumbuhan. Hormon ini dibentuk pada daundaun dewasa. Asam absisat mempunyai peran fisiologis diantaranya adalah:
1)
  Mempercepat absisi bagian tumbuhan yang menua, seperti daun, buah dan dormansi tunas.
2)
  Menginduksi pengangkutan fotosintesis ke biji yang sedang berkembang dan mendorong sintesis protein simpanan.
3)
  Mengatur penutupan dan pembukaan stomata terutama pada saat cekaman air.


2.
 Faktor Lingkungan
Faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, antara lain: cahaya, air, mineral, kelembapan, suhu, dan gaya gravitasi.

a.  Nutrisi dan Air
Pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan membutuhkan nutrisi. Nutrisi ini harus tersedia dalam jumlah cukup dan seimbang, antara satu dengan yang lain. Nutrisi diambil tumbuhan dari dalam tanah dan udara. Unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tumbuhan dikelompokkan menjadi dua, yaitu zat-zat organik (C, H, O, dan N) dan garam anorganik (Fe2+. Ca2+, dan lain-lain).
Berdasarkan jumlah kebutuhan tumbuhan, unsur-unsur dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu unsur makro dan unsur mikro. Unsur yang dibutuhkan tumbuhan dalam jumlah besar disebut unsur makro. Contohnya: C, H, O, N, P, K, S, dan asam nukleat. Sedangkan, unsur mikro adalah unsur-unsur yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit.

Contohnya: Cl, Mn, Fe, Cu, Zn, B, dan Mo. Pertumbuhan tanaman akan terganggu jika salah satu unsur yang dibutuhkan tidak terpenuhi. Misalnya, kurangnya unsur nitrogen dan fosfor pada tanaman menyebabkan tanaman menjadi kerdil. Kekurangan magnesium dan kalsium menyebabkan tanaman mengalami klorosis (daun berwarna pucat).

Pemenuhan kebutuhan unsur tumbuhan diperoleh melalui penyerapan oleh akar dari tanah bersamaan dengan penyerapan air. Air dibutuhkan tanaman untuk fotosintesis, tekanan turgor sel, mempertahankan suhu tubuh tumbuhan, transportasi, dan medium reaksi enzimatis.
Penemuan zat-zat yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan menyebabkan manusia mengembangkan suatu cara penanaman tumbuhan dengan memberikan nutrisi yang tepat bagi tumbuhan. Contoh aplikasinya adalah kultur jaringan dan hidroponik. Kultur jaringan membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya. Media tanam kultur jaringan berupa larutan atau padatan yang kaya nutrisi untuk tumbuh tanaman. Kultur jaringan ini dapat menghasilkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat. Sedangkan, hidroponik adalah metode penanaman dengan menggunakan air kaya nutrisi sebagai media tanam.

b.  Cahaya
Kualitas, intensitas, dan lamanya radiasi yang mengenai tumbuhan mempunyai pengaruh yang besar terhadap berbagai proses fisiologi tumbuhan. Cahaya mempengaruhi pembentukan klorofil, fotosintesis, fototropisme, dan fotoperiodisme. Efek cahaya meningkatkan kerja enzim untuk memproduksi zat metabolik untuk pembentukan klorofil. Sedangkan, pada proses fotosintesis, intensitas cahaya mempengaruhi laju fotosintesis saat berlangsung reaksi terang. Jadi cahaya secara tidak langsung mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena hasil fotosintesis berupa karbohidrat digunakan untuk pembentukan organ-organ tumbuhan.

Perkembangan struktur tumbuhan juga dipengaruhi oleh cahaya (fotomorfogenesis). Efek fotomorfogenesis ini dapat dengan mudah diketahui dengan cara membandingkan kecambah yang tumbuh di tempat terang dengan kecambah dari tempat gelap. Kecambah yang tumbuh di tempat gelap akan mengalami etiolasi atau kecambah tampak pucat dan lemah karena produksi klorofil terhambat oleh kurangnya cahaya. Sedangkan, pada kecambah yang tumbuh di tempat terang, daun lebih berwarna hijau, tetapi batang menjadi lebih pendek karena aktifitas hormon pertumbuhan auksin terhambat oleh adanya cahaya.

1)  Fototropisme
Percobaan N Cholodny dan Frits went menerangkan bahwa pada ujung koleoptil tanaman, pemanjangan sel yang lebih cepat terjadi di sisi yang teduh daripada sisi yang terkena cahaya. Sehingga, koleoptil membelok ke arah datangnya cahaya. Hal ini terjadi, karena hormon auksin yang berguna untuk pemanjangan sel berpindah dari sisi tersinari ke sisi terlindung. Banyak jenis tumbuhan mampu melacak matahari, dalam hal ini lembar datar daun selalu hampir tegak lurus terhadap matahari sepanjang hari. Kejadian tersebut dinamakan diafototropisme. Fototropisme ini terjadi pada famili Malvaceae.

2)  Fotoperiodisme
Interval penyinaran sehari-hari terhadap tumbuhan mempengaruhi proses pembungaan. Lama siang hari di daerah tropis kira-kira 12 jam. Sedangkan, di daerah yang memiliki empat musim dapat mencapai 16
- 20 jam. Respon tumbuhan yang diatur oleh panjangnya hari ini disebut fotoperiodisme. Fotoperiodisme dipengaruhi oleh fitokrom (pigmen penyerap cahaya). Fotoperiodisme menjelaskan mengapa pada spesies tertentu biasanya berbunga serempak. Tumbuhan yang berbunga bersamaan ini sangat menguntungkan, karena memberi kesempatan terjadinya penyerbukan silang.

c.  Oksigen
Oksigen mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan. Dalam respirasi pada tumbuhan, terjadi penggunaan oksigen untuk menghasilkan energi. Energi ini digunakan, antara lain untuk pemecahan kulit biji dalam perkecambahan, dan aktivitas tumbuhan.

d.  Suhu udara
Pertumbuhan dipengaruhi oleh kerja enzim dalam tumbuhan. Sedangkan, kerja enzim dipengaruhi oleh suhu. Dengan demikian, pertumbuhan tumbuhan sangat dipengaruhi oleh suhu. Setiap spesies atau varietas mempunyai suhu minimum, rentang suhu optimum, dan suhu maksimum. Di bawah suhu minimum ini tumbuhan tidak dapat tumbuh, pada rentang suhu optimum, laju tumbuhnya paling tinggi, dan di atas suhu maksimum, tumbuhan tidak tumbuh atau bahkan mati.

e.
 Kelembapan
Laju transpirasi dipengaruhi oleh kelembapan udara. Jika kelembapan udara rendah, transpirasi akan meningkat. Hal ini memacu akar untuk menyerap lebih banyak air dan mineral dari dalam tanah. Meningkatnya penyerapan nutrien oleh akar akan meningkatkan pertumbuhan tanaman.


B.  Tahapan-Tahapan Dalam Kultur Jaringan

1.  Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber Eksplan

Sebelum melakukan kultur jaringan untuk suatu tanaman, kegiatan yang pertama harus dilakukan adalah memilih bahan induk yang akan diperbanyak. Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman indukan sumber eksplan tersebut harus dikondisikan dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau greenhouse agar eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari sumber kontaminan pada waktu dikulturkan secara in-vitro.

Lingkungan tanaman induk yang lebih higienis dan bersih dapat meningkatkan kualitas eksplan. Pemeliharaan rutin yang harus dilakukan meliputi: pemangkasan, pemupukan, dan penyemprotan dengan pestisida (fungisida, bakterisida, dan insektisida), sehingga tunas baru yang tumbuh menjadi lebih sehat dan dan bersih dari kontaminan. Selain itu pengubahan status fisiologi tanaman induk sumber eksplan kadang-kadang perlu dilakukan seperti memanipulasi parameter cahaya, suhu, dan zat pengatur tumbuh. Manipulasi tersebut bisa dilakukan dengan mengondisikan tanaman induk dengan fotoperiodisitas dan temperatur tertentu untuk mengatasi dormansi serta penambahan ZPT seperti sitokinin untuk merangsang tumbuhnya mata tunas baru dan untuk meningkatkan reaktivitas eksplan pada tahap inisiasi kultur.

Syarat-syarat eksplan yang baik :
a. Berasal dari induk yang sehat dan subur.
b. Berasal dari induk yang diketahui jenisnya.
c. Tempat tumbuh pada lingkungan yang baik.
d. Ukuran tunas optimal sekitar 5 cm tingginya ( biasanya ukuran tunas yang bisa dipakai sebagai eksplan adalah tunas yang berukuran antara 5 – 10 cm), bukan tunas yang baru tumbuh atau yang sudah kelewat besar.
e. Contoh pada eksplan pisang, untuk pisang kapok sering tunas perlu digali lebih dalam dari dalam tanah.
f. Untuk pisang jenis lain baiknya tunas yang kelihatan dari tanah
g. Tunas langsung diproses sesegar mungkin dan bila terpaksa jangan dimasukkan ke dalam kulkas.

2.  Inisiasi Kultur
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas.
Tujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan kultur dari eksplan yang bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru (Wetherell, 1976). ini mengusahakan kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Wetherell, 1976).

Masalah yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah terjadinya pencokelatan atau penghitaman bagian eksplan (browning). Hal ini disebabkan oleh senyawa fenol yang timbul akibat stress mekanik yang timbul akibat pelukaan pada waktu proses isolasi eksplan dari tanaman induk. Senyawa fenol tersebut bersifat toksik, menghambat pertumbuhan atau bahkan dapat mematikan jaringan eksplan.

3.  Sterilisasi

Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril. Tunas hidup di atas tanah sering banyak tanah yang melekat perlu dibersihkan hal ini karena pada eksplan tunas khususnya pada pisang mengandung bakteri internal seperti Pseudomonas dan Erwinia. .

4.  Multiplikasi atau Perbanyakan Propagul
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.
Tahap ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan tanaman yang diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya. Pada tahap ini, perbanyakan dapat dilakukan dengan cara merangsang terjadinya pertumbuhan tunas cabang dan percabangan aksiler atau merangsang terbentuknya tunas pucuk tanaman secara adventif, baik secara langsung maupun melalui induksi kalus terlebih dahulu. Seperti halnya dalam kultur fase inisiasi, di dalam media harus terkandung mineral, gula, vitamin, dan hormon dengan perbandingan yang dibutuhkan secara tepat (Wetherell, 1976). Hormon yang digunakan untuk merangsang pembentukan tunas tersebut berasal dari golongan sitokinin seperti BAP, 2-iP, kinetin, atau thidiadzuron (TDZ).

Kemampuan memperbanyak diri yang sesungguhnya dari suatu perbanyakan secara in-vitro terletak pada mudah tidaknya suatu materi ditanam ulang selama multiplikasi (Wetherell, 1976). Eksplan yang dalam kondisi bagus dan tidak terkontaminasi dari tahap inisiasi kultur dipindahkan atau disubkulturkan ke media yang mengandung sitokinin. Subkultur dapat dilakukan berulang-ulang kali sampai jumlah tunas yang kita harapkan, namun subkultur yang terlalu banyak dapat menurunkan mutu dari tunas yang dihasilkan, seperti terjadinya penyimpangan genetik (aberasi), menimbulkan suatu gejala ketidak normalan (vitrifikasi) dan frekuensi terjadinya tanaman off-type sangat besar.

5.  Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar

Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri).

Tujuan dari tahap ini adalah untuk membentuk akar dan pucuk tanaman yang cukup kuat untuk dapat bertahan hidup sampai saat dipindahkan dari lingkungan in-vitro ke lingkungan luar. Dalam tahap ini, kultur tanaman akan memperoleh ketahanannya terhadap pengaruh lingkungan, sehingga siap untuk diaklimatisasikan (Wetherell, 1976). Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi di pindahkan ke media lain untuk pemanjangan tunas.

Media untuk pemanjangan tunas mengandung sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat dipindahkan secara individu atau berkelompok. Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih ekonomis daripada secara individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut dapat diakarkan. Pemanjangan tunas dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru diakarkan. Pengakaran tunas in-vitro dapat dilakukan dengan memindahkan tunas ke media pengakaran yang umumnya memerlukan auksin seperti NAA atau IBA. Keberhasilan tahap ini tergantung pada tingginya mutu tunas yang dihasilkan pada tahap sebelumnya.

6.  Aklimatisasi
Dalam proses perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, tahap aklimatisasi planlet merupakan salah satu tahap kritis yang sering menjadi kendala dalam produksi bibit secara masal. Pada tahap ini, planlet atau tunas mikro dipindahkan ke lingkungan di luar botol seperti rumah kaca , rumah plastik, atau screen house (rumah kaca kedap serangga). Proses ini disebut aklimatisasi. Aklimatisasi adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakukan secara ex-vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media tanah, atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi.

Tahap ini merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan lapangan sangatlah jauh berbeda dengan kondisi iklim mikro di dalam botol. Kondisi di luar botol bekelembaban nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik, dan tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi daripada kondisi dalam botol. Planlet atau tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh dalam kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara mineral dan sumber energi berkecukupan.

Disamping itu tanaman tersebut memperlihatkan beberapa gejala ketidak normalan, seperti bersifat sukulen, lapisan kutikula tipis, dan jaringan vaskulernya tidak berkembang sempurna, morfologi daun abnormal dengan tidak berfungsinya stomata sebagai mana mestinya. Strutur mesofil berubah, dan aktifitas fotosintesis sangat rendah. Dengan karakteristik seperti itu, palanlet atau tunas mikro mudah menjadi layu atau kering jika dipindahkan ke kondisi eksternl secara tiba-tiba. Karena itu, planlet atau tunas mikro tersebut diadaptasikan ke kondisi lngkungan yang baru yang lebih keras. Dengan kata lain planlet atau tunas mikro perlu diaklimatisasikan.



Template by : kendhin x-template.blogspot.com