A. Faktor yang mempengaruhi Kultur Jaringan
Teknik kultur jaringan akan berhasil dengan baik apabila
syarat-syarat yang diperlukan terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi
pemilihan eksplan sebagai bahan dasar untuk pembentukkan kalus, penggunaan
medium yang cocok, keadaan yang aseptik dan pengaturan udara yang baik terutama
untuk kultur cair. Meskipun pada prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan,
tetapi sebaiknya dipilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu
bagian meristem, seperti: daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji dan
sebagainya. Bila menggunakan embrio bagian bji-biji yang lain sebagai eksplan,
yang perlu diperhatikan adalah kemasakan embrio, waktu imbibisi, temperatur dan
dormansi.
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan
kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman
yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam
mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan
seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang
ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan
tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan
pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus
disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.
Pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sangat dipengaruhi
oleh faktor dalam dan faktor luar tumbuhan. Faktor dalam adalah semua faktor
yang terdapat dalam tubuh tumbuhan antara lain faktor genetik yang terdapat di
dalam gen dan hormon. Gen berfungsi mengatur sintesis enzim untuk mengendalikan
proses kimia dalam sel. Hal ini yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan.
Sedangkan, hormon merupakan senyawa organik tumbuhan yang mampu menimbulkan
respon fisiologi pada tumbuhan.
Faktor luar tumbuhan yang sangat mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan tumbuhan, yaitu faktor lingkungan berupa cahaya, suhu, oksigen
dan kelembapan.
1.
Hormon
Hormon tumbuhan adalah suatu senyawa organik yang disintesis
di salah satu bagian tumbuhan dan dipindahkan ke bagian yang lain, pada
konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan respon fisiologis. Hormon
mempengaruhi respon pada bagian tumbuhan, seperti pertumbuhan akar, batang,
pucuk, dan pembungaan. Respon tersebut tergantung pada spesies, bagian
tumbuhan, fase perkembangan, konsentrasi hormon, interaksi antar hormon, dan
berbagai faktor lingkungan.
Terdapat lima hormon tumbuhan yang dikenal, yaitu auksin, giberelin, sitokinin,
gas etilen, dan asam absisat (ABA).
a. Auksin
Istilah auksin pertama kali digunakan oleh Frits Went yang menemukan bahwa
suatu senyawa menyebabkan pembengkokan koleoptil ke arah cahaya. Pembengkokan
koleoptil yang terjadi akibat terpacunya pemanjangan sel pada sisi yang
ditempeli potongan agar yang mengandung auksin.
Auksin yang ditemukan Went kini diketahui sebagai asam indol
asetat (IAA). Selain IAA, tumbuhan mengandung tiga senyawa lain yang dianggap
sebagai hormon auksin, yaitu 4-kloro indolasetat (4 kloro IAA) yang ditemukan
pada biji muda jenis kacang-kacangan, asam fenil asetat (PAA) yang ditemui pada
banyak jenis tumbuhan, dan asam indolbutirat (IBA) yang ditemukan pada daun
jagung dan berbagai jenis tumbuhan dikotil.
Auksin berperan dalam berbagai macam kegiatan tumbuhan di
antaranya adalah:
1) Perkembangan
buah
Pada waktu biji matang berkembang, biji mengeluarkan auksin ke bagian-bagian
bunga sehingga merangsang pembentukan buah. Dengan demikian, pemberian auksin pada
bunga yang tidak diserbuki akan merangsang perkembangan buah tanpa biji. Hal
ini disebut partenokarpi.
2) Dominansi
apikal
Dominansi apikal adalah pertumbuhan ujung pucuk suatu tumbuhan yang menghambat
perkembangan kuncup lateral di batang sebelah bawah. Dominansi apikal merupakan
akibat dari transpor auksin ke bawah yang dibuat di dalam meristem apikal.
3)
Absisi
Daun muda dan buah muda membentuk auksin, agar keduanya tetap kuat menempel
pada batang. Tetapi, bila pembentukan auksin berkurang, selapis sel khusus
terbentuk di pangkal tangkai daun dan buah sehingga daun dan buah gugur.
4) Pembentukan
akar adventif
Auksin merangsang pembentukan akar liar yang tumbuh dari batang atau daun pada
banyak spesies.
b. Giberelin
Giberelin pertama kali ditemukan di Jepang pada 1930 dari kajian terhadap
tanaman padi yang sakit. Padi yang terserang jamur Gibberella fujikuroi
tersebut tumbuh terlalu tinggi. Para ilmuwan Jepang mengisolasi zat dari biakan
jamur tersebut. Zat ini dinamakan giberelin. Bentuk-bentuk giberelin
diantaranya adalah GA3, GA1, GA4, GA5, GA19, GA20, GA37, dan GA38. Giberelin
diproduksi oleh jamur dan tumbuhan tinggi. Giberelin disintesis di hampir semua
bagian tanaman, seperti biji, daun muda, dan akar. Giberelin memiliki beberapa
peranan, antara lain:
1)
Memacu perpanjangan secara abnormal
batang utuh.
2)
Perkecambahan biji dan mobilisasi
cadangan makanan dari endosperm untuk pertumbuhan embrio.
3)
Perkembangan bunga dan buah.
4)
Menghilangkan sifat kerdil secara
genetik pada tumbuhan.
5)
Merangsang pembelahan dan
pemanjangan sel.
c. Sitokinin
Kinetin merupakan sitokinin sintetik yang pertama ditemukan oleh Carlos Miller
pada ikan kering. Setelah itu ditemukan senyawa sitokinin yang lain dalam
endosperma cair jagung, yaitu zeatin. Sitokinin sintetik lainnya adalah BAP
(6-benzilaminopurin) dan 2-ip.
Sitokinin mempunyai beberapa fungsi, antara lain:
1)
Memacu pembelahan sel dalam jaringan
meristematik.
2)
Merangsang diferensiasi sel-sel yang
dihasilkan dalam meristem.
3)
Mendorong pertumbuhan tunas samping
dan perluasan daun.
4)
Menunda penuaan daun.
5)
Merangsang pembentukan pucuk dan
mampu memecah masa istirahat biji (breaking dormancy).
d. Gas etilen
Buah-buahan terutama yang sudah tua melepaskan gas yang disebut etilen. Etilen disintesis
oleh tumbuhan dan menyebabkan proses pemasakan yang lebih cepat. Selain etilen
yang dihasilkan oleh tumbuhan, terdapat etilen sintetik, yaitu etepon (asam
2-kloroetifosfonat). Etilen sintetik ini sering di gunakan para pedagang untuk
mempercepat pemasakan buah.
Selain memacu pematangan, etilen juga memacu perkecambahan
biji, menebalkan batang, mendorong gugurnya daun, dan menghambat pemanjangan
batang kecambah. Selain itu, etilen menunda pembungaan, menurunkan dominansi
apikal dan inisiasi akar, dan menghambat pemanjangan batang kecambah.
e. Asam Absisat
(ABA)
Asam absisat (ABA) merupakan penghambat (inhibitor) dalam kegiatan tumbuhan.
Hormon ini dibentuk pada daundaun dewasa. Asam absisat mempunyai peran fisiologis
diantaranya adalah:
1)
Mempercepat absisi bagian tumbuhan
yang menua, seperti daun, buah dan dormansi tunas.
2)
Menginduksi pengangkutan
fotosintesis ke biji yang sedang berkembang dan mendorong sintesis protein
simpanan.
3)
Mengatur penutupan dan pembukaan
stomata terutama pada saat cekaman air.
2. Faktor Lingkungan
Faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan tumbuhan, antara lain: cahaya, air, mineral, kelembapan, suhu,
dan gaya gravitasi.
a. Nutrisi dan Air
Pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan membutuhkan nutrisi.
Nutrisi ini harus tersedia dalam jumlah cukup dan seimbang, antara satu dengan
yang lain. Nutrisi diambil tumbuhan dari dalam tanah dan udara. Unsur-unsur
yang dibutuhkan oleh tumbuhan dikelompokkan menjadi dua, yaitu zat-zat organik
(C, H, O, dan N) dan garam anorganik (Fe2+. Ca2+, dan lain-lain).
Berdasarkan jumlah kebutuhan tumbuhan, unsur-unsur dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu unsur makro dan unsur mikro. Unsur yang dibutuhkan tumbuhan dalam
jumlah besar disebut unsur makro. Contohnya: C, H, O, N, P, K, S, dan asam
nukleat. Sedangkan, unsur mikro adalah unsur-unsur yang dibutuhkan dalam jumlah
sedikit.
Contohnya: Cl, Mn, Fe, Cu, Zn, B, dan Mo. Pertumbuhan
tanaman akan terganggu jika salah satu unsur yang dibutuhkan tidak terpenuhi.
Misalnya, kurangnya unsur nitrogen dan fosfor pada tanaman menyebabkan tanaman
menjadi kerdil. Kekurangan magnesium dan kalsium menyebabkan tanaman mengalami
klorosis (daun berwarna pucat).
Pemenuhan kebutuhan unsur tumbuhan diperoleh melalui
penyerapan oleh akar dari tanah bersamaan dengan penyerapan air. Air dibutuhkan
tanaman untuk fotosintesis, tekanan turgor sel, mempertahankan suhu tubuh
tumbuhan, transportasi, dan medium reaksi enzimatis.
Penemuan zat-zat yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk pertumbuhan dan
perkembangan menyebabkan manusia mengembangkan suatu cara penanaman tumbuhan
dengan memberikan nutrisi yang tepat bagi tumbuhan. Contoh aplikasinya adalah
kultur jaringan dan hidroponik. Kultur jaringan membudidayakan suatu jaringan tanaman
menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya. Media tanam kultur
jaringan berupa larutan atau padatan yang kaya nutrisi untuk tumbuh tanaman.
Kultur jaringan ini dapat menghasilkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam
waktu yang relatif singkat. Sedangkan, hidroponik adalah metode penanaman
dengan menggunakan air kaya nutrisi sebagai media tanam.
b. Cahaya
Kualitas, intensitas, dan lamanya radiasi yang mengenai
tumbuhan mempunyai pengaruh yang besar terhadap berbagai proses fisiologi
tumbuhan. Cahaya mempengaruhi pembentukan klorofil, fotosintesis, fototropisme,
dan fotoperiodisme. Efek cahaya meningkatkan kerja enzim untuk memproduksi zat
metabolik untuk pembentukan klorofil. Sedangkan, pada proses fotosintesis,
intensitas cahaya mempengaruhi laju fotosintesis saat berlangsung reaksi
terang. Jadi cahaya secara tidak langsung mengendalikan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, karena hasil fotosintesis berupa karbohidrat digunakan
untuk pembentukan organ-organ tumbuhan.
Perkembangan struktur tumbuhan juga dipengaruhi oleh cahaya
(fotomorfogenesis). Efek fotomorfogenesis ini dapat dengan mudah diketahui
dengan cara membandingkan kecambah yang tumbuh di tempat terang dengan kecambah
dari tempat gelap. Kecambah yang tumbuh di tempat gelap akan mengalami etiolasi
atau kecambah tampak pucat dan lemah karena produksi klorofil terhambat oleh
kurangnya cahaya. Sedangkan, pada kecambah yang tumbuh di tempat terang, daun
lebih berwarna hijau, tetapi batang menjadi lebih pendek karena aktifitas
hormon pertumbuhan auksin terhambat oleh adanya cahaya.
1) Fototropisme
Percobaan N Cholodny dan Frits went menerangkan bahwa pada ujung koleoptil
tanaman, pemanjangan sel yang lebih cepat terjadi di sisi yang teduh daripada
sisi yang terkena cahaya. Sehingga, koleoptil membelok ke arah datangnya
cahaya. Hal ini terjadi, karena hormon auksin yang berguna untuk pemanjangan
sel berpindah dari sisi tersinari ke sisi terlindung. Banyak jenis tumbuhan
mampu melacak matahari, dalam hal ini lembar datar daun selalu hampir tegak
lurus terhadap matahari sepanjang hari. Kejadian tersebut dinamakan
diafototropisme. Fototropisme ini terjadi pada famili Malvaceae.
2) Fotoperiodisme
Interval penyinaran sehari-hari terhadap tumbuhan mempengaruhi proses pembungaan.
Lama siang hari di daerah tropis kira-kira 12 jam. Sedangkan, di daerah yang
memiliki empat musim dapat mencapai 16 - 20 jam. Respon tumbuhan yang diatur oleh panjangnya hari
ini disebut fotoperiodisme. Fotoperiodisme dipengaruhi oleh fitokrom (pigmen
penyerap cahaya). Fotoperiodisme menjelaskan mengapa pada spesies tertentu
biasanya berbunga serempak. Tumbuhan yang berbunga bersamaan ini sangat
menguntungkan, karena memberi kesempatan terjadinya penyerbukan silang.
c.
Oksigen
Oksigen mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan. Dalam respirasi
pada tumbuhan, terjadi penggunaan oksigen untuk menghasilkan energi. Energi ini
digunakan, antara lain untuk pemecahan kulit biji dalam perkecambahan, dan
aktivitas tumbuhan.
d. Suhu udara
Pertumbuhan dipengaruhi oleh kerja enzim dalam tumbuhan.
Sedangkan, kerja enzim dipengaruhi oleh suhu. Dengan demikian, pertumbuhan
tumbuhan sangat dipengaruhi oleh suhu. Setiap spesies atau varietas mempunyai
suhu minimum, rentang suhu optimum, dan suhu maksimum. Di bawah suhu minimum
ini tumbuhan tidak dapat tumbuh, pada rentang suhu optimum, laju tumbuhnya
paling tinggi, dan di atas suhu maksimum, tumbuhan tidak tumbuh atau bahkan
mati.
e. Kelembapan
Laju transpirasi dipengaruhi oleh kelembapan udara. Jika
kelembapan udara rendah, transpirasi akan meningkat. Hal ini memacu akar untuk
menyerap lebih banyak air dan mineral dari dalam tanah. Meningkatnya penyerapan
nutrien oleh akar akan meningkatkan pertumbuhan tanaman.
B. Tahapan-Tahapan Dalam Kultur Jaringan
1. Pemilihan dan Penyiapan Tanaman
Induk Sumber Eksplan
Sebelum melakukan kultur jaringan untuk suatu tanaman, kegiatan yang pertama
harus dilakukan adalah memilih bahan induk yang akan diperbanyak. Tanaman
tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan
bebas dari hama dan penyakit. Tanaman indukan sumber eksplan tersebut harus
dikondisikan dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau greenhouse agar
eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari
sumber kontaminan pada waktu dikulturkan secara in-vitro.
Lingkungan tanaman induk yang lebih higienis dan bersih
dapat meningkatkan kualitas eksplan. Pemeliharaan rutin yang harus dilakukan
meliputi: pemangkasan, pemupukan, dan penyemprotan dengan pestisida (fungisida,
bakterisida, dan insektisida), sehingga tunas baru yang tumbuh menjadi lebih
sehat dan dan bersih dari kontaminan. Selain itu pengubahan status fisiologi
tanaman induk sumber eksplan kadang-kadang perlu dilakukan seperti memanipulasi
parameter cahaya, suhu, dan zat pengatur tumbuh. Manipulasi tersebut bisa
dilakukan dengan mengondisikan tanaman induk dengan fotoperiodisitas dan
temperatur tertentu untuk mengatasi dormansi serta penambahan ZPT seperti
sitokinin untuk merangsang tumbuhnya mata tunas baru dan untuk meningkatkan
reaktivitas eksplan pada tahap inisiasi kultur.
Syarat-syarat eksplan yang baik :
a. Berasal dari induk yang sehat dan subur.
b. Berasal dari induk yang diketahui jenisnya.
c. Tempat tumbuh pada lingkungan yang baik.
d. Ukuran tunas optimal sekitar 5 cm tingginya ( biasanya ukuran tunas yang
bisa dipakai sebagai eksplan adalah tunas yang berukuran antara 5 – 10 cm),
bukan tunas yang baru tumbuh atau yang sudah kelewat besar.
e. Contoh pada eksplan pisang, untuk pisang kapok sering tunas perlu digali
lebih dalam dari dalam tanah.
f. Untuk pisang jenis lain baiknya tunas yang kelihatan dari tanah
g. Tunas langsung diproses sesegar mungkin dan bila terpaksa jangan dimasukkan
ke dalam kulkas.
2. Inisiasi Kultur
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang
akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur
jaringan adalah tunas.
Tujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan kultur
dari eksplan yang bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru
(Wetherell, 1976). ini mengusahakan kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik
berarti bebas dari mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme
yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang
dikulturkan akan menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan
dilakukannya pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk
perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Wetherell, 1976).
Masalah yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah
terjadinya pencokelatan atau penghitaman bagian eksplan (browning). Hal ini
disebabkan oleh senyawa fenol yang timbul akibat stress mekanik yang timbul
akibat pelukaan pada waktu proses isolasi eksplan dari tanaman induk. Senyawa
fenol tersebut bersifat toksik, menghambat pertumbuhan atau bahkan dapat
mematikan jaringan eksplan.
3. Sterilisasi
Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan
di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang
juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan
etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi
yang melakukan kultur jaringan juga harus steril. Tunas hidup di atas tanah
sering banyak tanah yang melekat perlu dibersihkan hal ini karena pada eksplan
tunas khususnya pada pisang mengandung bakteri internal seperti Pseudomonas dan
Erwinia. .
4. Multiplikasi atau Perbanyakan
Propagul
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman
dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk
menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan.
Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan
ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.
Tahap ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan tanaman yang
diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya dalam keadaan
tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya. Pada
tahap ini, perbanyakan dapat dilakukan dengan cara merangsang terjadinya
pertumbuhan tunas cabang dan percabangan aksiler atau merangsang terbentuknya
tunas pucuk tanaman secara adventif, baik secara langsung maupun melalui
induksi kalus terlebih dahulu. Seperti halnya dalam kultur fase inisiasi, di
dalam media harus terkandung mineral, gula, vitamin, dan hormon dengan
perbandingan yang dibutuhkan secara tepat (Wetherell, 1976). Hormon yang
digunakan untuk merangsang pembentukan tunas tersebut berasal dari golongan
sitokinin seperti BAP, 2-iP, kinetin, atau thidiadzuron (TDZ).
Kemampuan memperbanyak diri yang sesungguhnya dari suatu
perbanyakan secara in-vitro terletak pada mudah tidaknya suatu materi ditanam
ulang selama multiplikasi (Wetherell, 1976). Eksplan yang dalam kondisi bagus
dan tidak terkontaminasi dari tahap inisiasi kultur dipindahkan atau
disubkulturkan ke media yang mengandung sitokinin. Subkultur dapat dilakukan
berulang-ulang kali sampai jumlah tunas yang kita harapkan, namun subkultur
yang terlalu banyak dapat menurunkan mutu dari tunas yang dihasilkan, seperti
terjadinya penyimpangan genetik (aberasi), menimbulkan suatu gejala ketidak
normalan (vitrifikasi) dan frekuensi terjadinya tanaman off-type sangat besar.
5. Pemanjangan Tunas, Induksi, dan
Perkembangan Akar
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan
adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang
dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk
melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya
kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan
menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau
busuk (disebabkan bakteri).
Tujuan dari tahap ini adalah untuk membentuk akar dan pucuk
tanaman yang cukup kuat untuk dapat bertahan hidup sampai saat dipindahkan dari
lingkungan in-vitro ke lingkungan luar. Dalam tahap ini, kultur tanaman akan
memperoleh ketahanannya terhadap pengaruh lingkungan, sehingga siap untuk
diaklimatisasikan (Wetherell, 1976). Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap
multiplikasi di pindahkan ke media lain untuk pemanjangan tunas.
Media untuk pemanjangan tunas mengandung sitokinin sangat
rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat dipindahkan secara individu
atau berkelompok. Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih ekonomis daripada
secara individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut dapat diakarkan.
Pemanjangan tunas dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau secara
bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru diakarkan. Pengakaran tunas in-vitro
dapat dilakukan dengan memindahkan tunas ke media pengakaran yang umumnya
memerlukan auksin seperti NAA atau IBA. Keberhasilan tahap ini tergantung pada
tingginya mutu tunas yang dihasilkan pada tahap sebelumnya.
6. Aklimatisasi
Dalam proses perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, tahap aklimatisasi
planlet merupakan salah satu tahap kritis yang sering menjadi kendala dalam
produksi bibit secara masal. Pada tahap ini, planlet atau tunas mikro
dipindahkan ke lingkungan di luar botol seperti rumah kaca , rumah plastik,
atau screen house (rumah kaca kedap serangga). Proses ini disebut aklimatisasi.
Aklimatisasi adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika
pengakaran dilakukan secara ex-vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar
botol, dengan media tanah, atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus
menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan. Prosedur pembiakan dengan kultur
jaringan baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke
kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi.
Tahap ini merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro
di rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan lapangan sangatlah jauh berbeda
dengan kondisi iklim mikro di dalam botol. Kondisi di luar botol bekelembaban
nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik, dan tingkat intensitas cahayanya jauh
lebih tinggi daripada kondisi dalam botol. Planlet atau tunas mikro lebih
bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh dalam kondisi berkelembaban
sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara mineral dan sumber energi
berkecukupan.
Disamping itu tanaman tersebut memperlihatkan beberapa
gejala ketidak normalan, seperti bersifat sukulen, lapisan kutikula tipis, dan
jaringan vaskulernya tidak berkembang sempurna, morfologi daun abnormal dengan
tidak berfungsinya stomata sebagai mana mestinya. Strutur mesofil berubah, dan
aktifitas fotosintesis sangat rendah. Dengan karakteristik seperti itu,
palanlet atau tunas mikro mudah menjadi layu atau kering jika dipindahkan ke
kondisi eksternl secara tiba-tiba. Karena itu, planlet atau tunas mikro
tersebut diadaptasikan ke kondisi lngkungan yang baru yang lebih keras. Dengan
kata lain planlet atau tunas mikro perlu diaklimatisasikan.