A. Morfologi,
Sistem Gerak dan Nutrisi pada Planaria
1. Klasifikasi dan
ciri morfologi
Menurut Jordan
dan Verma (1979) klasifikasi planaria adalah sebagai berikut:
Kingdom :
Animalia
Phylum :
Platyhelminthes
Class :
Turbellaria
Ordo : Tricladida
Sub Ordo :
Paludicola
Famili :
Planariidae
Genus :
Euplanaria
Species :
Euplanaria, sp
Planaria tubuhnya
pipih, lonjong dan lunak dengan panjang tubuh kira-kira antara 5-25 mm. Bagian
anterior (kepala) berbentuk segitiga tumpul, berpigmen gelap kearah belakang,
mempunyai 2 titik mata di mid dorsal. Titik mata hanya berfungsi untuk
membedakan intensitas cahaya dan belum merupakan alat penglihat yang dapat
menghasilkan bayangan (Soemadji, 1994/1995).
Lubang mulut
berada di ventral tubuh agak kearah ekor, berhubungan dengan pharink
(proboscis) berbentuk tubuler dengan dinding berotot, dapat ditarik dan
dijulurkan untuk menangkap makanan. Di bagian kepala, yaitu bagian samping
kanan dan kiri terdapat tonjolan menyerupai telinga disebut aurikel. Tepat di
bawah bagian kepala terdapat tubuh menyempit, menghubungkan bagian badan dan
bagian kepala, disebut bagian leher. Di sepanjang tubuh bagian ventral
diketemukan zona adesif. Zona adesif menghasilkan lendir liat yang berfungsi
untuk melekatkan tubuh planaria ke permukaan benda yang ditempelinya. Di
permukaan ventral tubuh planaria ditutupi oleh rambut-rambut getar halus,
berfungsi dalam pergerakan (Jasin, 1984).
2. Sifat-sifat
(habitat)
Dalam Jasin
(1984), planaria biasa disebut dengan istilah Euplanaria atau Dugesia. Planaria
hidup bebas di perairan tawar yang jernih, lebih suka pada air yang tidak
mengalir. Planaria mempunyai kebiasaan berlindung di tempat-tempat yang teduh,
misalnya dibalik batu-batuan, dibawah daun yang jatuh ke air dan lain-lain. Menurut
Radiopoetro (1990) planaria hidup di air tawar dalam danau, sungai dan rawa.
Mereka menghindari sinar matahari dengan melekat di bawah permukaan batu atau
sepotong kayu. Cacing ini mudah diperoleh dengan cara memasukkan sekerat daging
hati ke dalam air sungai atau genangan air selama beberapa saat. Jika di dalam
air tersebut ada planaria, maka bila daging itu kemudian diambil akan terbawa
juga planaria melekat pada daging hati tersebut.
3. Sistem gerak
Dalam Kastawi dkk
(2001) dijelaskan, meskipun hidup di air planaria tidak berenang, tetapi
bergerak dengan cara meluncur dan merayap. Gerakan meluncur terjadi dengan
bantuan silia yang ada pada bagian ventral tubuhnya dan zat lendir yang
dihasilkan oleh kelenjar lendir dari bagian tepi tubuh. Zat lendir itu
merupakan “jalur” yang akan dilalui. Gerakan silia yang menyentuh jalur lendir
menyebabkan hewan bergerak. Selama berjalan meluncur, gelombang yang bersifat
teratur tampak bergerak dari kepala ke arah belakang. Pada gerak merayap, tubuh
planaria memanjang sebagai akibat dari kontraksi otot sirkular dan
dorsoventral. Kemudian bagian depan tubuh mencengkeram pada substrat dengan
mukosa atau alat perekat khusus.
4. Nutrisi
Makanan planaria
adalah hewan-hewan kecil atau zat-zat organik lainnya. Bila planaria dalam
keadaan lapar ia akan bergerak secara aktif didalam air. Makanan tersebut akan
ditangkap oleh faringnya untuk selanjutnya dibawa masuk ke dalam mulutnya. Dari
bagian mulut makanan akan diteruskan ke bagian usus yang bercabang tiga, satu
ke bagian anterior dan dua ke bagian posterior. Disini makanan akan dicerna
secara ekstra seluler. Pencernaan selanjutnya dilakukan di dalam sel
(intraseluler) dalam vakuola makanan. Hasil pencernaan makanan akan diteruskan
pada sel-sel atau jaringan lainnya secara difusi. Sisa-sisa pencernaan makanan
akan dikeluarkan kembali melalui mulut (Soemadji. 1994/1995).
5. Respirasi dan
ekskresi
Menurut Jasin
(1984), seperti halnya hewan tingkat rendah lainnya, planaria juga belum
mempunyai alat pernafasan khusus. Pengambilan O2 dari lingkungan ekstern
berjalan secara osmosis langsung melalui seluruh permukaan tubuh. Dengan adanya
kondisi tubuh yang pipih atau tipis semakin memberi kelancaran pertukaran gas
tersebut.
Sistem ekskresi
pada planaria sudah mempunyai alat khusus. Sistem tersebut terdiri dari
pembuluh-pembuluh yang bercabang-cabang yang mengadakan anyam-anyaman dan
sel-sel yang berbentuk seperti kantung yang disebut sel-api atau “flame-cell”.
Pada masing-masing sisi tubuh biasanya terdapat 1 hingga 4 buah pembuluh
pengumpul yang membentang longitudinal.
6. Sistem syaraf
Sistem syaraf
terdiri dari 2 batang syaraf yang membujur memanjang, di bagian anteriornya
berhubungan silang dan 2 ganglia anterior terletak dekat di bawah mata
(Brotowidjoyo, 1994).
B. Regenerasi pada
Planaria
Menurut
Hadikastowo (1982) regenerasi adalah suatu proses pemotongan atau perusakkan
bagian tubuh dan kemudian tumbuh lagi mengadakan fragmentasi atau penyembuhan
kembali. Regenerasi merupakan proses perkembangbiakan suatu individu dari
bagian tubuhnya yang terlepas. Hewan tingkat rendah biasanya mempunyai daya
fragmentasi yang tinggi, misal: geranium, hydra, crustaceae, salamander dan
planaria. Dalam Newmark & Alvarado (2005), planaria mempunyai kemampuan
untuk melakukan regenerasi dengan cara memotong-motong tubuhnya atau dengan
pembelahan secara alami. Proses regenerasi tersebut dengan cara menyambung
potongan-potongan tubuh dan juga pemisahan pada bagian-bagian tertentu yang
disebut sebagai regenerasi blastema.
Planaria bila mengalami
luka baik secara alami maupun buatan, bagian tubuh manapun yang rusak akan
diganti dengan yang baru. Jika tubuh planaria dipotong-potong maka tiap
potongan akan dapat tumbuh kembali (regenerasi) menjadi individu baru yang
lengkap seperti induknya (Kastawi, dkk. 2003).
Child dalam
Radiopoetro (1990) melakukan percobaan dengan planaria, bagian tengah tubuh
planaria dipotong dan diperoleh hasil bahwa pada bagian ujung anterior akan
terbentuk kepala dan pada bagian posterior akan terbentuk caudanya. Berdasarkan
hasil percobaan menunjukkan bahwa potongan bagian anterior regenerasinya lebih
cepat dari pada bagian posterior. Planaria yang dipotong melintang menjadi 3
bagian (anterior, tengah dan posterior) dapat dilihat pada Planaria
berkembangbiak dengan cara aseksual dan seksual Perkembangbiakkan aseksual
terjadi dengan pembelahan secara transversal. Pembelahan terjadi ketika
planaria telah mencapai ukuran tubuh maksimum. Saat membelah, bagian posterior
tubuh dilekatkan pada substrat secara kuat, kemudian bagian depan tubuh ditarik
kearah depan sehingga tubuhnya putus menjadi dua dibelakang pharynx. Sisa tubuh
bagian depan akan membentuk bagian ekor yang hilang dan bagian posterior tubuh
yang terputus akan membentuk kepala baru (Kastawi, dkk. 2001).
Menurut
Radiopoetro (1990) planaria akan membelah diri, jika mendapat cukup makanan.
Badan memanjang, kemudian didekat bagian posterior pharynx terjadi penyempitan
dan meregang, sehingga akhirnya putus. Potongan bagian anterior bergerak atau
pindah dan sesudah kira-kira satu hari terbentuk lagi bagian posteriornya
(cauda) dan terbentuklah individu baru. Potongan bagian posterior melingkar dan
tidak bergerak. Sesudah beberapa hari akan terbentuk lagi kepala dan pharynx,
pada permulaannya sangat kecil tetapi dengan pemberian makan yang cukup akan
segera tumbuh sempurna. Reproduksi aseksual planaria, dengan melakukan
kontriksi (penyempitan)
Pada
perkembangbiakan seksual keberadaan alat reproduksi bersifat sementara. Alat
reproduksi terbentuk selama musim kawin. Sesudah itu alat reproduksi mengalami
degenerasi dan planaria menjadi bersifat aseksual dan berkembang biak secara
membelah. Reproduksi seksual mengembangkan organ kelamin yang bersifat
hermaprodit dan berkembang biak secara seksual setiap tahun sekali pada awal
musim panas (Kastawi, dkk. 2003). Menurut Anonim (2005) musim kawin planaria
terjadi pada bulan Februari-Maret.
Menurut Soemadji
(1994/1995) bila planaria akan melakukan perkawinan maka dua planaria akan
saling menempelkan bagian ujung posteriornya di bagian ventral. Penis dari
masing-masing planaria tersebut akan masuk ke dalam genital atrium
masing-masing planaria pasangannya dan sperma dari vesikula seminalis pada alat
reproduksi jantan akan ditransfer ke dalam reseptakula seminalis pada reproduksi
betina. Dengan demikian terjadilah pembuahan internal secara silang. Setelah
terjadi pertukaran sperma planaria akan memisah dan sperma pada masing-masing
tubuh planaria akan bergerak ke oviduk untuk membuahi telur.
C. Faktor yang
Berpengaruh terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Planaria
Untuk
menghasilkan suatu organisme lengkap, perkembangan normalnya mencakup tumbuh
dan diferensiasi yang berlangsung di bawah suatu koordinasi ketat dengan urutan
yang tepat. Bila suatu bagian hilang, karena suatu kecelakaan atau karena
perlakuan dalam eksperimen, kehilangan akan dikenal dan terjadilah
proses-proses perbaikan. Jika hal ini terjadi sebelum struktur itu
terdiferensiasi, maka akan terjadi pembentukan kembali dari bagian-bagian yang
hilang dan disebut regulasi. Diferensiasi adalah proses perubahan yang terjadi
pada sel atau jaringan selama perkembangan sehingga dicapai ciri struktural dan
fungsional yang khusus (Sudarwati & Sutasurya, 1990).
Setiap hewan
hanya dapat hidup, tumbuh dan berkembangbiak dalam suatu lingkungan yang
menyediakan kondisi yang cocok baginya. Keberhasilan hidup hewan sangat
ditentukan oleh sumberdaya lingkungan dan kondisi lingkungan (Kramadibrata,
1996).
Dalam Anonim
(2005) disebutkan bahwa pemberian makanan pada planaria bisa berupa bits kecil
dari yolk kuning telur yang masak, hati dan cacing tubifex yang segar dan
berbau khas, diberikan beberapa hari sampai satu minggu. Setelah diberi makan,
planaria dibiarkan selama 30 menit sampai 1 jam dan selama beregenerasi tidak
memberi makan pada planaria. Turbellaria pada umumnya merupakan hewan karnivor,
makanannya berupa hewan-hewan kecil (cacing, crustacea, siput dan
potongan-potongan hewan mati) (Kastawi, dkk. 2001).
Planaria yang
diaklimasi untuk merespon rangsangannya, hanya bisa ditempatkan pada mata air
atau kolam, bukan air suling atau air leding. Air suling tidak mengandung
mineral dan nutrisi yang dibutuhkan planaria, sedang air leding didalamnya
mengandung klorin dan florida yang bisa menyebabkan kematian pada planaria.
Menurut Sudarwati
& Sutasurya (1990) regenerasi dapat terjadi lewat adanya kumpulan sel-sel
yang belum terdiferensiasi pada suatu luka, disebut blastema yang kemudian akan
berproliferasi dan secara progresif berdiferensiasi membentuk bagian-bagian
yang hilang. Blastema dapat berasal dari sel-sel pada permukaan luka atau dapat
pula berasal dari sel-sel cadangan khusus, misalnya neoblast yang bermigrasi ke
tempat luka. Bila planaria dipotong, neoblast akan tampak terhimpun pada
permukaan luka sehingga terbentuk suatu blastema yang kemudian akan berproliferasi
dan berdiferensiasi membentuk bagian-bagian yang hilang. Setelah mendapat
perlakuan dengan sinar X, regenerasi tidak berlangsung, tetapi daya regenerasi
dapat pulih kembali jika dicangkokkan sedikit jaringan yang mengandung neoblast
dari planaria yang tidak diradiasi.
Selama
beregenerasi planaria dapat dipelihara pada temperatur 68 - 72oF (20
- 22,2oC), dengan tidak menurunkan suhunya serta tidak
menempatkannya pada cahaya yang kuat dan sebaiknya memelihara planaria pada
tempat gelap. Planaria sensitif terhadap cahaya kuat, temperatur dan pH, jika
kondisi lingkungan diubah ukuran tubuh planaria menjadi lebih kecil dari ukuran
semula.
0 komentar :
Posting Komentar